Minggu, 08 Januari 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2012

TENTANG

PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur,

dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu

melaksanakan pembangunan;

 

b. bahwa untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk

kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya

dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan,

demokratis, dan adil;

 

c. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin

perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan;

 

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang

tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 28G ayat (1),

Pasal 28H, Pasal 28I ayat (5), Pasal 28J ayat (2), serta Pasal 33 ayat

(3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

 

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2034);

 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI

PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan.

 

1. Instansi adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga

pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik

Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.

 

2. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara

memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang

berhak.

 

3. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek

pengadaan tanah.

 

4. Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah

tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah,

atau lainnya yang dapat dinilai.

 

5. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan

dengan undang-undang.

 

6. Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan

masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

 

7. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang

kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada

pemegangnya.

 

8. Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau

musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai

kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

 

9. Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari

pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan.

 

10. Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak

yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

 

11. Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang

perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan

profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri

Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan

untuk menghitung nilai /harga objek pengadaan tanah.

 

12. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

 

13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah.

 

14. Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia, lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pertanahan.

 

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

 

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan

asas:

 

a. kemanusiaan;

 

b. keadilan;

 

c. kemanfaatan;

 

d. kepastian;

 

e. keterbukaan;

 

f. kesepakatan;

 

g. keikutsertaan;

 

h. kesejahteraan;

 

i. keberlanjutan; dan

 

j. keselarasan.

 

Pasal 3

 

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat

dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

 

BAB III

POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH

Pasal 4

 

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya

tanah untuk Kepentingan Umum.

 

(2) Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya

pendanaan untuk Kepentingan Umum.

 

Pasal 5

 

Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti

Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

 

Pasal 6

 

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh

Pemerintah.

 

Pasal 7

 

(1) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai

dengan:

   

a. Rencana Tata Ruang Wilayah;

   

b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;

   

c. Rencana Strategis; dan

   

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

 

(2) Dalam hal Pengadaan Tanah dilakukan untuk infrastruktur minyak,

gas, dan panas bumi, pengadaannya diselenggarakan berdasarkan

Rencana Strategis dan Rencana Kerja Instansi yang memerlukan

tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d.

 

(3) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan

melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan

pemangku kepentingan.

 

Pasal 8

 

Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek Pengadaan Tanah

untuk Kepentingan Umum wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-

Undang ini.

 

Pasal 9

 

(1) Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan

dan kepentingan masyarakat.

 

(2) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan

pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.

 

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 10

 

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (1) digunakan untuk pembangunan:

 

a. pertahanan dan keamanan nasional;

 

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api,

dan fasilitas operasi kereta api;

 

c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran

pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

 

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

 

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

 

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

 

g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

 

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

 

i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

 

j. fasilitas keselamatan umum;

 

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

 

l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

 

m. cagar alam dan cagar budaya;

 

n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

 

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah,

serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan

status sewa;

 

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;

 

q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

 

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

 

Pasal 11

 

(1) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 wajib diselenggarakan oleh Pemerintah

dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah

Daerah.

 

(2) Dalam hal Instansi yang memerlukan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah

Badan Usaha Milik Negara, tanahnya menjadi milik Badan Usaha

Milik Negara.

 

Pasal 12

 

(1) Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 huruf b sampai dengan huruf r wajib diselenggarakan

Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Swasta.

 

(2) Dalam hal pembangunan pertahanan dan keamanan nasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, pembangunannya

diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

 

Pasal 13

 

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui

tahapan:

 

a. perencanaan;

 

b. persiapan;

 

c. pelaksanaan; dan

 

d. penyerahan hasil.

 

Bagian Kedua

Perencanaan Pengadaan Tanah

Pasal 14

 

(1) Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan Pengadaan

Tanah untuk Kepentingan Umum inenurut ketentuan peraturan

perundang-undangan.

 

(2) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas Rencana Tata

Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis,

Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.

 

Pasal 15

 

(1) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disusun dalam

bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit

memuat:

   

a. maksud dan tujuan rencana pembangunan;

   

b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana

Pembangunan Nasional dan Daerah;

   

c. letak tanah;

   

d. luas tanah yang dibutuhkan;

   

e. gambaran umum status tanah;

   

f. perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;

   

g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;

   

h. perkiraan nilai tanah; dan

   

i. rencana penganggaran.

 

(2) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan yang

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

 

(3) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah.

 

(4) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) diserahkan kepada pemerintah provinsi.

 

Bagian Ketiga

Persiapan Pengadaan Tanah

Pasal 16

 

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi

berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15 melaksanakan:

 

a. pemberitahuan rencana pembangunan;

 

b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan

 

c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.

 

Pasal 17

 

Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 huruf a disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi

pembangunan untuk Kepentingan Umum, baik langsung maupun tidak

langsung.

 

Pasal 18

 

(1) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan

data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah.

 

(2) Pendataan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

pemberitahuan rencana pembangunan.

 

(3) Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai data untuk pelaksanaan

Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 huruf c.

 

Pasal 19

 

(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk mendapatkan

kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak.

 

(2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena

dampak serta dilaksanakan di temp at rencana pembangunan

Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati.

 

(3) Pelibatan Pihak yang Berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh

Pihak yang Berhak atas lokasi rencana pembangunan.

 

(4) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan

dalam bentuk berita acara kesepakatan.

 

(5) Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),

Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan

penetapan lokasi kepada gubernur.

 

(6) Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang

memerlukan tanah.

 

Pasal 20

 

(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari kerja.

 

(2) Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja

pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdapat pihak yang keberatan mengenai

rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik ulang

dengan pihak yang ke beratan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

 

Pasal 21

 

(1) Apabila dalam Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 ayat (2) masih terdapat pihak yang keberatan mengenai

rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah

melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat.

 

(2) Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan

rencana lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

   

a. sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai

ketua merangkap anggota;

   

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai

sekretaris merangkap anggota;

   

c. instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan

pembangunan daerah sebagai anggota;

   

d. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia sebagai anggota;

   

e. bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk  sebagai anggota; dan

   

f. akademisi sebagai anggota.

 

(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas:

   

a. menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan;

   

b. melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang

keberatan; dan

   

c. membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.

 

(5) Hasil kajian tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa

rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi

pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja

terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur.

 

(6) Gubernur berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas

rencana lokasi pembangunan.

 

Pasal 22

 

(1) Dalam hal ditolaknya keberatan pembangunan sebagaimana Pasal

21 ayat (6), gubernur pembangunan.

 

(2) Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6), gubernur

memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk

mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain.

 

Pasal 23

    (1) Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) dan Pasal 22 ayat (1) masih

terdapat keberatan, Pihak yang Berhak terhadap penetapan lokasi

dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

dikeluarkannya penetapan lokasi.

 

(2) Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya

gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan.

 

(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung Republik Indonesia.

 

(4) Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.

 

(5) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

menjadi dasar diteruskan atau tidaknya Pengadaan Tanah bagi

pembangunan untuk Kepentingan Umum.

 

Pasal 24

 

Penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) atau Pasal 22 ayat (1) diberikan dalam

waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun.

 

Pasal 25

 

Dalam hal jangka waktu penetapan lokasi pembangunan untuk

Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 tidak

terpenuhi, penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum

dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai

pengadaannya.

 

Pasal 26

 

(1) Gubernur bersama Instansi yang memerlukan tanah mengumumkan

penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum.

 

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan

untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut

akan

dilaksanakan pembangunan untuk Kepentingan Umum.

 

Bagian Keempat

Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Paragraf 1

Umum

Pasal 27

 

(1) Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi

yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan

Tanah kepada Lembaga Pertanahan.

 

(2) Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi:

   

a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah;

   

b. penilaian Ganti Kerugian;

   

c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian;

   

d. pemberian Ganti Kerugian; dan

   

e. pelepasan tanah Instansi.

 

(3) Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pihak yang Berhak

hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang

memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

 

(4) Beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan

dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat

nilai pengumuman penetapan lokasi.

 

Paragraf 2

Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan,

Penggunaan, serta Pemanfaatan Tanah

Pasal 28

 

(1) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat

(2) huruf a meliputi kegiatan:

   

a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan

   

b. pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan

Tanah.

 

(2) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

 

Pasal 29

 

(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor

kecamatan, dan tempat Pengadaan Tanah dilakukan dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari kerja.

 

(2) Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 wajib diumumkan secara bertahap, parsial, atau

keseluruhan.

 

(3) Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) meliputi subjek hak, luas, letak, dan peta

bidang tanah Objek Pengadaan Tanah.

 

(4) Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan

kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi.

 

(5) Dalam hal terdapat keberatan atas hasil inventarisasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (4), dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam

waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi.

 

(6) Inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 30

 

Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29 ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya

menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam pemberian Ganti

Kerugian.

 

Paragraf 3

Penilaian Ganti Kerugian

Pasal 31

 

(1) Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

 

(2) Lembaga Pertanahan mengumumkan Penilai yang telah ditetapkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melaksanakan penilaian

Objek Pengadaan Tanah.

 

Pasal 32

 

(1) Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat

(1) wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah

dilaksanakan.

 

(2) Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

 

Pasal 33

 

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah,

meliputi:

 

a. tanah;

 

b. ruang atas tanah dan bawah tanah;

 

c. bangunan;

 

d. tanaman;

 

e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan /atau

 

f. kerugian lain yang dapat dinilai.

 

Pasal 34

 

(1) Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33 merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan

lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26.

 

(2) Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Lembaga

Pertanahan dengan berita acara.

 

(3) Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar musyawarah

penetapan Ganti Kerugian.

 

Pasal 35

 

Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah

terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan

dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta penggantian

secara utuh atas bidang tanahnya.

 

Pasal 36

 

Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

 

a. uang;

 

b. tanah pengganti;

 

c. permukiman kembali;

 

d. kepemilikan saham; atau

 

e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

 

Paragraf 4

Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

Pasal 37

    (1) Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang

Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil

penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan

untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian

berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34.

 

(2) Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang

Berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.

 

Pasal 38

 

(1) Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau

besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan

keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan

Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

 

(2) Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti

Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

diterimanya pengajuan keberatan.

 

(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung Republik Indonesia.

 

(4) Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.

 

(5) Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti

Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.

 

Pasal 39

 

Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti

Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), karena hukum Pihak yang Berhak

dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

 

Paragraf 5

Pemberian Ganti Kerugian

Pasal 40

 

Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan

langsung kepada Pihak yang Berhak.

 

Pasal 41

    (1) Ganti Kerugian diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan

hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dan/ atau putusan pengadilan

negeri/Mahkamah  Agung  sebagaimana  dimaksud  dalam   Pasal 38

ayat (5).

 

(2) Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima

Ganti Kerugian wajib:

   

a. melakukan pelepasan hak; dan

   

b. menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek

Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah

melalui Lembaga Pertanahan.

 

(3) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan satu-

satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu

gugat di kemudian hari.

 

(4) Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian bertanggung jawab

atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan

yang diserahkan.

 

(5) Tuntutan pihak lain atas Objek Pengadaan Tanah yang telah

diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab Pihak yang Berhak

menerima Ganti Kerugian.

 

(6) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 42

 

(1) Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/ atau besarnya

Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeri /

Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti

Kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat.

 

(2) Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), juga dilakukan terhadap:

   

a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui

keberadaannya; atau

   

b. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:

     

1. sedang menjadi objek perkara di pengadilan;

     

2. masih dipersengketakan kepemilikannya;

     

3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau

        4. menjadi jaminan di bank.

 

Pasal 43

 

Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a telah

dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di

pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),

kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi hapus

dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi

tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

 

Pasal 44

 

(1) Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian atau Instansi yang

memperoleh tanah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum dapat diberikan insentif perpajakan.

 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif perpajakan diatur oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya.

 

Paragraf 6

Pelepasan Tanah Instansi

Pasal 45

 

(1) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang

dimiliki pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur pengelolaan barang milik

negara/ daerah.

 

(2) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang

dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha

Milik Negara /Badan Usaha Milik Daerah dilakukan berdasarkan

Undang-Undang ini.

 

(3) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau

pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan untuk itu.

 

Pasal 46

 

(1) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:

   

a. Objek Pengadaan Tanah yang telah berdiri bangunan yang

dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas

pemerintahan;

   

b. Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/ dikuasai oleh Badan Usaha

Milik Negara /Badan Usaha Milik Daerah; dan /atau

   

c. Objek Pengadaan Tanah kas desa.

 

(2) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c diberikan dalam bentuk

tanah dan/ atau bangunan atau relokasi.

 

(3) Ganti Kerugian atas objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam bentuk sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36.

 

(4) Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) didasarkan atas hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).

 

Pasal 47

 

(1) Pelepasan objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 45 dan Pasal 46 dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh)

hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

 

(2) Apabila pelepasan objek Pengadaan Tanah belum selesai dalam

waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanahnya dinyatakan

telah dilepaskan dan menjadi tanah negara dan dapat langsung

digunakan untuk pembangunan bagi Kepentingan Umum.

 

(3) Pejabat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Kelima

Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Pasal 48

 

(1) Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada

Instansi yang memerlukan tanah setelah:

   

a. pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak dan

Pelepasan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)

huruf a telah dilaksanakan; dan/atau

   

b. pemberian Ganti Kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).

 

(2) Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan

pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil Pengadaan

Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 49

 

(1) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum karena keadaan

mendesak akibat bencana alam, perang, konflik sosial yang meluas,

dan wabah penyakit dapat langsung dilaksanakan pembangunannya

setelah dilakukan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

 

(2) Sebelum penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu disampaikan

pemberitahuan kepada Pihak yang Berhak.

 

(3) Dalam hal terdapat keberatan atau gugatan atas pelaksanaan

Pengadaan Tanah, Instansi yang memerlukan tanah tetap dapat

melaksanakan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

 

Pasal 50

    Instansi yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang telah

diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Bagian Keenam

Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 51

    (1) Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dilakukan oleh Pemerintah.

    (2) Pemantauan dan evaluasi hasil penyerahan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum yang telah diperoleh, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 48 ayat (1) dilakukan oleh Lembaga Pertanahan.

 

BAB V

SUMBER DANA PENGADAAN TANAH

Bagian Kesatu

Sumber Pendanaan

Pasal 52

    (1) Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    (2) Dalam hal Instansi yang memerlukan tanah Badan Hukum Milik

Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan

khusus, pendanaan bersumber dari internal perusahaan atau sumber

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

(3) Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 53

 

(1) Dana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52

meliputi dana:

      a. perencanaan;

      b. persiapan;

      c. pelaksanaan;

      d. penyerahan hasil;

      e. administrasi dan pengelolaan; dan

   

f. sosialisasi.

    (2) Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilakukan

oleh Instansi dan dituangkan dalam dokumen penganggaran sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3) Ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan pendanaan

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diatur dengan

Peraturan Presiden.

    Bagian Kedua

Penyediaan dan Penggunaan Pendanaan

Pasal 54

    Jaminan ketersediaan pendanaan bagi Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum dialokasikan oleh Instansi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

    BAB VI

HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 55

    Dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah, Pihak yang Berhak

mempunyai hak:

    a. mengetahui rencana penyelenggaraan Pengadaan Tanah; dan

    b. memperoleh informasi mengenai Pengadaan Tanah.

    Pasal 56

    Dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,

setiap orang wajib mematuhi ketentuan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

    Pasal 57

    Dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,

masyarakat dapat berperan serta, antara lain:

    a. memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai

Pengadaan Tanah; dan

    b. memberikan dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah.

    BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

    a. proses Pengadaan Tanah yang sedang dilaksanakan sebelum

berlakunya Undang-Undang ini diselesaikan berdasarkan ketentuan

sebelum berlakunya Undang-Undang ini;

    b. sisa tanah yang belum selesai pengadaannya dalam proses

Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

pengadaannya diselesaikan berdasarkan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang ini; dan

    c. peraturan perundang-undangan mengenai tata cara Pengadaan

Tanah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau

belum diganti dengan yang baru berdasarkan ketentuan Undang-

Undang ini.

    BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pengadaan Tanah

bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum diatur dengan Peraturan

Presiden.

    Pasal 60



    Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama

1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

    Pasal 61

    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia.

   



            Disahkan di Jakarta

            pada tanggal 14 Januari

2012

            PRESIDEN REPUBLIK

INDONESIA,

           

                                 Ttd.

           

            DR. H. SUSILO

BAMBANG

YUDHOYONO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah percobaan, menurut KUHP Korea, Thailand, Rusia, China, Indonesia

MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA “PERCOBAAN DALAM PIDANA” Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Yang Telah Diberikan Oleh Dosen Pemb...