KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan pada kelompok kami untuk menyelesaikan makalah Hukum Tata Negara.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman .
yang telah memberikan kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
PEMBAHASAN
BAB II. SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
A. Sistem Pemerintahan Presidensial
B. Sistem Pemerintahan Parlementer
C. Sistem Pemerintahan Campuran
D. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
E. Sistem Pemerintahan Menurut UUD ’45 Sebelum diamandemen
F. Sistem Pemerintahan setelah amandemen
G. Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Sistem Pemerintahan
Negara Lain
H. Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
I. Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
J. Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan
Malaysia
BAB III. NEGARA HUKUM
A. Pengertian Negara Hukum
B. Konsep Dasar Negara Hukum Indonesia
C. Indonesia sebagai Negara Hukum
D. Implementasi Negara Hukum di Indonesia
BAB IV. TEORI KEKUASAAN PEMISAHAN NEGARA
A. Teori Pemisahan Kekuasaan Negara
B. Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan
BAB V. NEGARA DEMOKRASI PANCASILA
A. Pengertian Demokrasi Pancasila
B. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
C. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
D. Fungsi Demokrasi Pancasila
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan salah satu pedoman kehidupan yang sangat tinggi bagi
manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mengatur kehidupan di berbagai
bidang.
Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi Hukum Tata Negara yaitu
terdapat dalam pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa majelis permusyawaratan rakyat
menetapkan Undang UNdang Dasar dan Garis Garis Besar Haluan Negara. Dengan
istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang
dibentuk oleh MPR disebut ketetapan MPR.
Undang undang mengandung dua pengertian, yaitu undang undang dalam arti
materil dan undang undang dalam arti formal, dimana UU dalam arti materil adalah
peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dan UU dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yang
dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada pasal 5 ayat (1)
dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
Struktur pemerintahan di Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 adalah
terdiri dari MPR, presiden, dewan pertimbangan agung, dewan perwakilan rakyat,
badan pemeriksa keuangan, dan mahkamah agung.
Selanjutnya setelah amandemen UUD 1945 maka struktur pemerintahan telah
berubah dengan pertambahnya dewan perwakilan daerah, mahkamah konstitusi dan
komisi yudisial.
Dengan melihat perubahan itu maka akan terlihat bagaimana komposisi
keanggotaan dan tugas masing masing lembaga itu.
B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan sistem pemerintahan negara?
Jelaskan mengenai negara hukum!
Teori pemisahan negara.
Negara demokrasi pancasila.
BAB II. SISTEM PEMERINTAHAN
A. Sistem Pemerintahan Presidensial
Merupakan sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan
pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab
kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan.
Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.
Ciri-ciri sistem pemerintahan Presidensial:
1. Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.
2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif.
3. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.
4. eksekutif dipilih melalui pemilu.
B. Sistem Pemerintahan Parlementer
Merupakan suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab
kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar
dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan
perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, Malaysia.
Ciri-ciri dan syarat sistem pemerintahan Parlementer:
1. Pemerintahan Parlementer didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan.
2. Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara legislatif dengan
eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.
3. Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif.
C. Sistem Pemerintahan Campuran
Dalam sistem pemerintahan ini diambil hal-hal yang terbaik dari system pemerintahan
Presidensial dan system pemerintahan Parlemen. Selain memiliki presiden sebagai kepala
Negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Contoh Negara : Perancis.
D. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
1. Tahun 1945 – 1949
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
a) Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan
wewenang MPR.
b) Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer
berdasarkan usul BP – KNIP.
2. Tahun 1949 – 1950
Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system
parlementer cabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada
masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer
murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan
pemerintah.
3. Tahun 1950 – 1959
Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang
dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.
Ciri-ciri:
a. presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.
d. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
4. Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)
Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan
kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh
presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.
5. Tahun 1966 – 1998
Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin
pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Soeharto mundur pada 21 Mei ’98.
6. Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang
gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan
dibenarkan untuk unjuk rasa.
E. Sistem Pemerintahan Menurut UUD ’45 Sebelum diamandemen
1) Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2) DPR sebagai pembuat UU.
3) Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4) DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5) MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6) BPK pengaudit keuangan.
F. Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
1) MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2) Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
3) Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4) Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5) Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
G Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Sistem Pemerintahan Negara Lain
Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensia. Tapi dalam
praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan
Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.
H. Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
1) Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
2) Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis
kabinet.
3) Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
I. Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
1) Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.
2) Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
3) Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4) Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.
J. Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan Malaysia
1. Badan Eksekutif
a. Badan Eksekutif Malaysia terletak pada Perdana Menteri sebagai penggerak
pemerintahan negara.
b. Badan Eksekutif Indonesia terletak pada Presiden yang mempunyai 2 kedudukan
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2. Badan Legislatif
a. Di Malaysia ada 2 Dewan Utama dalam badan perundangan yaitu Dewan Negara
dan Dewan Rakyat yang perannyan membuat undang-undang.
b. Di Indonesia berada di tangan DPR yang perannya membuat undang-undang
dengan persetujuan Presiden.
BAB III. NEGARA HUKUM
A. Pengertian Negara Hukum
Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa
susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya
menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga
negaranya. maka menurutnya yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran
yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Penjelasan UUD 1945 mengatakan, antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas hukum
(Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Jadi jelas bahwa cita-cita
Negara hukum (rule of law) yang tekandung dalam UUD1945 bukanlah sekedar Negara yang
berlandaskan sembarang hukum. Hukum yang didambakan bukalah hukum yang ditetapkan
semata-mata atas dasar kekeuasaan, yang dapat menuju atau mencerminkan kekuasaan mutlak
atau otoriter. Hukum yang demikian bukanlah hukum yang adil (just law), yang didasarkan pada
keadilan bagi rakyat.
B. Konsep Dasar Negara Hukum Indonesia
Konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid.
1. unsur-unsur rechtsstaat :
a) adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).
b) adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin
perlindungan HAM,
c) pemerintahan berdasarkan peraturan,
d) adanya peradilan administrasi; dan
Dari uraian unsur-unsur rechtsstaat maka dapat dikaitkan dengan konsep perlindungan
hukum, sebab konsep rechtsstaat tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian rechtsstaat memiliki inti upaya
memberikan perlindungan pada hak-hak kebebasan sipil dari warga negara, berkenaan dengan
perlindungan terhadap hak-hak dasar yang sekarang lebih populer dengan HAM, yang
konsekuensi logisnya harus diadakan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara.
Sebab dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara, pelanggaran dapat dicegah
atau paling tidak dapat diminimalkan.
Di samping itu, konsep rechtsstaat menginginkan adanya perlindungan bagi hak asasi
manusia melalui pelembagaan peradilan yang independen. Pada konsep rechtsstaat terdapat
lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri.
Negara Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau
menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh hukum atau
government of judiciary.
Menurut A.V.Dicey, Negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok :
1 Supremacy Of Law
Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi,
kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila
hukum tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain
hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk
melindungi kepentingan rakyat.
2 Equality Before The Law
Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama
(sederajat), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan
rakyat yang diatur. Baik yang mengatur maupun yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-
undang. Bila tidak ada persamaan hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa
kebal hukum. Pada prinsipnya Equality Before The Law adalah tidak ada tempat bagi backing
yang salah, melainkan undang-undang merupakan backine terhadap yang benar.
3 Human Rights
Human rights, maliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. The rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan
sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk
mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga
harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini
harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
Persamaan Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah
keduanya mengakui adanya “Supremasi Hukum”. Perbedaannya adalah pada Negara Anglo
Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang
melakukan pelanggaran akan diadili pada peradilan yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa
Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
C. Indonesia sebagai Negara Hukum
Negara Hukum Indonesia diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Langkah ini
dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa negara hukum Republik Indonesia pada dasarnya
adalah negara hukum, artinya bahwa dalam konsep negara hukum Pancasila pada hakikatnya
juga memiliki elemen yang terkandung dalam konsep rechtsstaat maupun dalam konsep rule of
law.
Yamin menjelaskan pengertian Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu dalam
Negara dan masyarakat Indonesia, yang berkuasa bukannya manusia lagi seperti berlaku dalam
Negara-negara Indonesia lama atau dalam Negara Asing yang menjalankan kekuasaan
penjajahan sebelum hari proklamasi, melainkan warga Indonesia dalam suasana kemerdekaan
yang dikuasai semata-mata oleh peraturan Negara berupa peraturan perundang-undangan yang
dibuatnya sendiri.
Indonesia berdasarkan UUD 1945 berikut perubahan-perubahannya adalah negara hukum
artinya negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka. Negara
hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas ciri penting dari negara hukum
diantaranya adalah :
1. Supremasi hukum
2. Persamaan dalam hukum
3. Asas legalitas
4. Pembatasan kekuasaan
5. Organ eksekutif yang independent
6. Peradilan bebas dan tidak memihak
7. Peradilan tata usaha negara
8. Peradilan tata negara
9. Perlindungan hak asasi manusia
10. Bersifat demokratis
11. Sarana untuk mewujudkan tujuan negara
12. Transparansi dan kontrol sosial.
Sedangkan menurut Prof. DR. Sudargo Gautama, SH. mengemukakan 3 ciri-ciri atau unsur-
unsur dari negara hukum, yakni:
a. Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan
Maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi
oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap
penguasa.
b. Azas Legalitas
Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu
yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.
c. Pemisahan Kekuasaan
Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu
badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan mengadili harus
terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.
Namun apabila dikaji secara mendalam bahwa pendapat yang menyatakan orientasi
konsepsi Negara Hukum Indonesia hanya pada tradisi hukum Eropa Continental ternyata tidak
sepenuhnya benar, sebab apabila disimak Pembukaan UUD 1945 alinea I (satu) yang
menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan” menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi
masalah kemerdekaan melawan penjajahan. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia
bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam menentang
dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan
agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak atas kemerdekaan sebagai hak asasinya.
Di samping itu dalam Batang Tubuh UUD 1945 naskah asli, terdapat pasal-pasal yang memuat
tentang hak asasi manusia antara lain: Pasal 27, 28, 29, 30, dan 31. Begitu pula dalam UUD 1945
setelah perubahan pasal-pasal yang memuat tentang hak asasi manusia di samping Pasal 27, 28,
29, 30 dan 31 juga dimuat secara khusus tentang hak asasi manusia dalam Bab XA tentang Hak
Asasi Manusia yang terdiri dari Pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I dan Pasal
28J. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konsep negara hukum Indonesia juga masuk di
dalamnya konsepsi negara hukum Anglo Saxon yang terkenal dengan rule of law.
Dari penjelasan dua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep negara hukum
Indonesia tidak dapat begitu saja dikatakan mengadopsi konsep rechtsstaat maupun konsep the
rule of law, karena latar belakang yang menopang kedua konsep tersebut berbeda dengan latar
belakang negara Republik Indonesia, walaupun kita sadar bahwa kehadiran istilah negara hukum
berkat pengaruh konsep rechtsstaat maupun pengaruh konsep the rule of law.
Selain istilah rechtstaat, sejak tahun 1966 dikenal pula istilah The rule of law yang
diartikan sama dengan negara hukum.
Dari berbagai macam pendapat, nampak bahwa di Indonesia baik the rule of law maupun
rechtsstaat diterjemahkan dengan negara hukum. Hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang
wajar, sebab sejak tahun 1945 The rule of law merupakan suatu topik diskusi internasional,
sejalan dengan gerakan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, sulitlah
untuk saat ini, dalam perkembangan konsep the rule of law dan dalam perkembangan konsep
rechtsstaat untuk mencoba menarik perbedaan yang hakiki antara kedua konsep tersebut, lebih-
lebih lagi dengan mengingat bahwa dalam rangka perlindungan terhadap hak-hak dasar yang
selalu dikaitkan dengan konsep the rule of law, Inggris bersama rekan-rekannya dari Eropa
daratan ikut bersama-sama menandatangani dan melaksanakan The European Convention of
Human Rights.
Dengan demikian, lebih tepat apabila dikatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia
yang terdapat dalam UUD 1945 merupakan campuran antara konsep negara hukum tradisi Eropa
Continental yang terkenal dengan rechtsstaat dengan tradisi hukum Anglo Saxon yang terkenal
dengan the rule of law. Hal ini sesuai dengan fungsi negara dalam menciptakan hukum yakni
mentransformasikan nilai-nilai dan kesadaran hukum yang hidup di tengah-tengah
masyarakatnya. Mekanisme ini merupakan penciptaan hukum yang demokratis dan tentu saja
tidak mungkin bagi negara untuk menciptakan hukum yang bertentangan dengan kesadaran
hukum rakyatnya. Oleh karena itu kesadaran hukum rakyat itulah yang diangkat, yang
direfleksikan dan ditransformasikan ke dalam bentuk kaidah-kaidah hukum nasional yang baru.
Apabila dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 naskah asli, tidak secara
eksplisit terdapat pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum, lain halnya dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS). Dalam KRIS dinyatakan secara tegas dalam
kalimat terakhir dari bagian Mukadimah dan juga dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa Indonesia adalah
negara hukum.
D. Implementasi Negara Hukum di Indonesia
Berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum tentu saja tidak akan
lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara
nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi. Ini merupakan
dasar yang bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara.
Dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan mengenai supremasi hukum
terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional,
yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara: pemerintah dan segenap
alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas
hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya di dalam badan perwakilan
rakyat. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, di dalam negara demokrasi hukum dibuat
untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan
diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta
keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.
UUD NRI 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai
untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau dilihat
dengan seksama UUD NRI 1945 mejelaskan bahwa :
“Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas
kekuasaan belaka”
Ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Founding father yang membangun
negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan
diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk
menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat di dalam
mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung
pengertian dasar bahwa di dalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya
diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mewujudkan negara hukum, yaitu satu factor
hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto
dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan
dimanesfestasikan di dalam UUD NRI 1945. Dengan demikian dua factor hukum dan
kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong
yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya
dukungan kekuasaan. sebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum,
oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah
satu negara yang otoriter. Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika
terhadap kehidupan hukum dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm yang
dituangkan dalam UUD NRI 1945 dan kemudian dielaborasi lebih lanjut secara betul dalam
hirarki perundang-undangan yang jelas.
BAB IV. Teori Pemisahan Kekuasaan Negara
A.Teori Pemisahan Kekuasaan Negara
John Locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan
negara dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government”(1660). Ia membagi kekuasaan
negara menjadi tiga bidang sebagai berikut:
1. Legislatif: kekuasaan untuk membuat undang-undang;
2. Eksekutif: kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;
3. Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala
tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.
Diilhami pemikiran John Locke, setengah abad kemudian Montesquieu - seorang
pengarang, filsuf asal Prancis menulis buku “L’Esprit des Lois”(Jenewa, 1748). Di dalamnya ia
menulis tentang sistem pemisahan kekuasaan yang berlaku di Inggris:
1. Legislatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat
(parlemen);
2. Eksekutif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintah;
3. Yudikatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah
Agung dan pengadilan di bawahnya).
Isi ajaran Montesquieu berpangkal pada pemisahan kekuasaan negara(separation of
powers) yang terkenal dengan istilah “Trias Politica”.Keharusan pemisahan kekuasaan negara
menjadi tiga jenis itu adalah untuk membendung kesewenang-wenangan raja.
Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif) harus dipegang oleh badan yang berhak khusus
untuk itu. Dalam negara demokratis, kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang itu
sepantasnya dipegang oleh badan perwakilan rakyat. Sedangkan kekuasaan melaksanakan
undang-undang harus dipegang oleh badan lain, yaitu badan eksekutif. Dan kekuasaan yudikatif
(kekuasaan yustisi, kehakiman) adalah kekuasaan yang berkewajiban memertahankan undang-
undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa
memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang
telah diadakan oleh badan legislatif dan dilaksanakan oleh badan eksekutif.
Walaupun para hakim pada umumnya diangkat oleh kepala negara (eksekutif), mereka
berkedudukan istimewa, tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya dan bahkan
berhak menghukum kepala negara jika melakukan pelanggaran hukum. Inilah perbedaan
mendasar pandangan Montesquieu dan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke
dalam kekuasasan eksekutif. Montesquieu memandang badan peradilan sebagai kekuasaan
independen. Kekuasaan federatif menurut pembagian John Locke justru dimasukkan
Montesquieu sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif.
B.Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan
Pemisahan kekuasaan dalam arti material adalah pemisahan kekuasaan yang
dipertahankan dengan jelas dalam tugas-tugas kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Sedangkan pemisahan dalam arti formal adalah pembagian kekuasaan yang tidak
dipertahankan secara tegas. Prof.Dr. Ismail Suny, SH, MCL dalam bukunya “Pergeseran
Kekuasaan Eksekutif” berkesimpulan bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material
sepantasnya disebut separation of powers (pemisahan kekuasaan), sedangkan pemisahan
kekuasaan dalam arti formal sebaiknya disebut division of powers (pembagian kekuasaan). Suny
juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material hanya terdapat di Amerika
Serikat, sedangkan di Inggris dan negara-negara Eropa Barat umumnya berlaku pemisahan
kekuasaan dalam arti formal. Meskipun demikian, alat-alat perlengkapan negara tetap dapat
dibedakan. Apabila dalam sistem Republik rakyat di negara-negara Eropa Timur dan Tengah
sama sekali menolak prinsip pemisahan kekuasaan, maka UUD 1945 membagi perihal
kekuasaan negara itu dalam alat-alat perlengkapan negara yang memegang ketiga kekuasaan itu
tanpa menekankan pemisahannya.
BAB V. NEGARA DEMOKRASI PANCASILA
A. Pengertian Demokrasi Pancasila
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih
dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran
serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari
demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain
dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai
naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara,
yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat
Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem
konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang
Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi
Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia
Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida
manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya
merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang
menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari “ oleh untuk rakyat.
Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna
diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu
mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif
forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik
atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-
royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur
berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-
cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada
dominasi mayoritas atau minoritas.
B. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan
pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap
orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau
milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku
pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh
rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim
terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan
aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat
2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME,
diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
C. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui
wakil-wakil rakyat.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
D. Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak semua Negara meiliki system pemerintahan yang sama, tetapi yang uniik adalah
system pemerintahan di dunia hanya ada tiga sehingga kita dapat membedakan Negara
tersebut menganut system pemerintahan yang mana.
Untuk Negara hukum yang ada di dunia adalah Negara yang berdiri dia atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi
tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu
perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik.
Penjelasan UUD 1945 mengatakan, antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas hukum,
tidak berdasar atas kekuasaan belaka.
Di Indonesia menganut teori pemisahan Negara.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia
Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida
manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya
merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang
menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari “ oleh untuk rakyat.
Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna
diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu
mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif
forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik
atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
makalah percobaan, menurut KUHP Korea, Thailand, Rusia, China, Indonesia
MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA “PERCOBAAN DALAM PIDANA” Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Yang Telah Diberikan Oleh Dosen Pemb...
-
MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA “PERCOBAAN DALAM PIDANA” Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Yang Telah Diberikan Oleh Dosen Pemb...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang semata-mata berkat rahmat, hidayah dan kebaikan-Nya, penuli...
-
PERDA DAN PERKADA A. Prosedur Umum Pembentukan Untuk menghailkan sebuah produk “peraturan daerah” yang baik dan sesuai dengan t...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar