Minggu, 08 Januari 2017

htn, SISTEM PEMERINTAHAN, Konsep Dasar Negara Hukum Indonesia, Teori Pemisahan Kekuasaan Negara, NEGARA DEMOKRASI PANCASILA

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kesempatan pada kelompok kami untuk menyelesaikan makalah Hukum Tata Negara.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman .

yang telah memberikan kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada

khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna

untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah

kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

PEMBAHASAN

BAB II. SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

A. Sistem Pemerintahan Presidensial

B. Sistem Pemerintahan Parlementer

C. Sistem Pemerintahan Campuran

D. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

E. Sistem Pemerintahan Menurut UUD ’45 Sebelum diamandemen

F. Sistem Pemerintahan setelah amandemen

G. Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Sistem Pemerintahan

Negara Lain

H. Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

I. Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

J. Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan

Malaysia

BAB III. NEGARA HUKUM

A. Pengertian Negara Hukum

B. Konsep Dasar Negara Hukum Indonesia

C. Indonesia sebagai Negara Hukum

D. Implementasi Negara Hukum di Indonesia

BAB IV. TEORI KEKUASAAN PEMISAHAN NEGARA

A. Teori Pemisahan Kekuasaan Negara

B. Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan

BAB V. NEGARA DEMOKRASI PANCASILA

A. Pengertian Demokrasi Pancasila

B. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila

C. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

D. Fungsi Demokrasi Pancasila

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan salah satu pedoman kehidupan yang sangat tinggi bagi

manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mengatur kehidupan di berbagai

bidang.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi Hukum Tata Negara yaitu

terdapat dalam pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa majelis permusyawaratan rakyat

menetapkan Undang UNdang Dasar dan Garis Garis Besar Haluan Negara. Dengan

istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang

dibentuk oleh MPR disebut ketetapan MPR.

Undang undang mengandung dua pengertian, yaitu undang undang dalam arti

materil dan undang undang dalam arti formal, dimana UU dalam arti materil adalah

peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah dan UU dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yang

dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada pasal 5 ayat (1)

dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

Struktur pemerintahan di Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 adalah

terdiri dari MPR, presiden, dewan pertimbangan agung, dewan perwakilan rakyat,

badan pemeriksa keuangan, dan mahkamah agung.

Selanjutnya setelah amandemen UUD 1945 maka struktur pemerintahan telah

berubah dengan pertambahnya dewan perwakilan daerah, mahkamah konstitusi dan

komisi yudisial.

Dengan melihat perubahan itu maka akan terlihat bagaimana komposisi

keanggotaan dan tugas masing masing lembaga itu.

B. Rumusan Masalah

 Apakah yang dimaksud dengan sistem pemerintahan negara?

 Jelaskan mengenai negara hukum!

 Teori pemisahan negara.

 Negara demokrasi pancasila.

BAB II. SISTEM PEMERINTAHAN

A.    Sistem Pemerintahan Presidensial

Merupakan sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan

pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab

kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala

pemerintahan.

Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.

Ciri-ciri sistem pemerintahan Presidensial:

1.      Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.

2.      Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif.

3.      Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.

4.      eksekutif dipilih melalui pemilu.

B.     Sistem Pemerintahan Parlementer

Merupakan suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab

kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar

dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan

perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.

Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, Malaysia.

Ciri-ciri dan syarat sistem pemerintahan Parlementer:

1.      Pemerintahan Parlementer didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan.

2.      Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara legislatif dengan

eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.

3.      Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif.

C.     Sistem Pemerintahan Campuran

Dalam sistem pemerintahan ini diambil hal-hal yang terbaik dari system pemerintahan

Presidensial dan system pemerintahan Parlemen. Selain memiliki presiden sebagai kepala

Negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Contoh Negara : Perancis.

D.    Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

1.      Tahun 1945 – 1949

Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:

a)      Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi

badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan

wewenang MPR.

b)      Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer

berdasarkan usul BP – KNIP.

2.      Tahun 1949 – 1950

Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system

parlementer cabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada

masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer

murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan

pemerintah.

3.      Tahun 1950 – 1959

Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang

dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.

Ciri-ciri:

a.       presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.

b.      Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.

c.       Presiden berhak membubarkan DPR.

d.      Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

4.      Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)

Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan

kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh

presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.

5.      Tahun 1966 – 1998

Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin

pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Soeharto mundur pada 21 Mei ’98.

6.      Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)

Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang

gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan

dibenarkan untuk unjuk rasa.

E.     Sistem Pemerintahan Menurut UUD ’45 Sebelum diamandemen

1)      Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.

2)      DPR sebagai pembuat UU.

3)      Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.

4)      DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.

5)      MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.

6)      BPK pengaudit keuangan.

F.    Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)

1)      MPR bukan lembaga tertinggi lagi.

2)      Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.

3)      Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

4)      Presiden tidak dapat membubarkan DPR.

5)      Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

G   Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Sistem Pemerintahan Negara Lain

Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensia. Tapi dalam

praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan

Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.

H.     Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

1)      Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.

2)      Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis

kabinet.

3)      Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.

I.     Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

1)      Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.

2)      Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.

3)      Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.

4)      Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

J.    Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan Malaysia

1.      Badan Eksekutif

a.       Badan Eksekutif Malaysia terletak pada Perdana Menteri sebagai penggerak

pemerintahan negara.

b.      Badan Eksekutif Indonesia terletak pada Presiden yang mempunyai 2 kedudukan

sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

2.      Badan Legislatif

a.       Di Malaysia ada 2 Dewan Utama dalam badan perundangan yaitu Dewan Negara

dan Dewan Rakyat yang perannyan membuat undang-undang.

b.      Di Indonesia berada di tangan DPR yang perannya membuat undang-undang

dengan persetujuan Presiden.

BAB III. NEGARA HUKUM

A.        Pengertian Negara Hukum

Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang

menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa

susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya

menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga

negaranya. maka menurutnya yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran

yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.

Penjelasan UUD 1945 mengatakan, antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas hukum

(Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Jadi jelas bahwa cita-cita

Negara hukum (rule of  law) yang tekandung dalam UUD1945 bukanlah sekedar Negara yang

berlandaskan sembarang hukum. Hukum yang didambakan bukalah hukum yang ditetapkan

semata-mata atas dasar kekeuasaan, yang dapat menuju atau mencerminkan kekuasaan mutlak

atau otoriter. Hukum yang demikian bukanlah hukum yang adil (just law), yang didasarkan pada

keadilan bagi rakyat.

B.        Konsep Dasar Negara Hukum Indonesia

Konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid.

1. unsur-unsur rechtsstaat :

a) adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).

b) adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin

perlindungan  HAM,

c) pemerintahan berdasarkan peraturan,

d) adanya peradilan administrasi; dan

Dari uraian unsur-unsur rechtsstaat maka dapat dikaitkan dengan konsep perlindungan

hukum, sebab konsep rechtsstaat tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan

perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian rechtsstaat memiliki inti upaya

memberikan perlindungan pada hak-hak kebebasan sipil dari warga negara, berkenaan dengan

perlindungan terhadap hak-hak dasar yang sekarang lebih populer dengan HAM, yang

konsekuensi logisnya harus diadakan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara.

Sebab dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara, pelanggaran dapat dicegah

atau paling tidak dapat diminimalkan.

Di samping itu, konsep rechtsstaat menginginkan adanya perlindungan bagi hak asasi

manusia melalui pelembagaan peradilan yang independen. Pada konsep rechtsstaat terdapat

lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri.

Negara Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau

menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh hukum atau

government of judiciary.

Menurut A.V.Dicey, Negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok :

1      Supremacy Of Law

Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi,

kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila

hukum tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain

hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk

melindungi kepentingan rakyat.

2      Equality Before The Law

Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama

(sederajat), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan

rakyat yang diatur. Baik yang mengatur maupun yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-

undang. Bila tidak ada persamaan hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa

kebal hukum. Pada prinsipnya Equality Before The Law adalah tidak ada tempat bagi backing

yang salah, melainkan undang-undang merupakan backine terhadap yang benar.

3      Human Rights

Human rights, maliputi 3 hal pokok, yaitu :

a.       The rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan

sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.

b.      The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk

mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga

harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.

c.       The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini

harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.

Persamaan Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah

keduanya mengakui adanya “Supremasi Hukum”. Perbedaannya adalah pada Negara Anglo

Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang

melakukan pelanggaran akan diadili pada peradilan yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa

Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.

C. Indonesia sebagai Negara Hukum

Negara Hukum Indonesia  diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Langkah ini

dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa negara hukum Republik Indonesia pada dasarnya

adalah negara hukum, artinya bahwa dalam konsep negara hukum Pancasila pada hakikatnya

juga memiliki elemen yang terkandung dalam konsep rechtsstaat maupun dalam konsep rule of

law.

Yamin menjelaskan pengertian Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu dalam

Negara dan masyarakat Indonesia, yang berkuasa bukannya manusia lagi seperti berlaku dalam

Negara-negara Indonesia lama atau dalam Negara Asing yang menjalankan kekuasaan

penjajahan sebelum hari proklamasi, melainkan warga Indonesia dalam suasana kemerdekaan

yang dikuasai semata-mata oleh peraturan Negara berupa peraturan perundang-undangan yang

dibuatnya sendiri.

Indonesia berdasarkan UUD 1945 berikut perubahan-perubahannya adalah negara hukum

artinya negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka. Negara

hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas ciri penting dari negara hukum

diantaranya adalah :

1.         Supremasi hukum

2.         Persamaan dalam hukum

3.         Asas legalitas

4.         Pembatasan kekuasaan

5.         Organ eksekutif yang independent

6.         Peradilan bebas dan tidak memihak

7.         Peradilan tata usaha negara

8.         Peradilan tata negara

9.         Perlindungan hak asasi manusia

10.       Bersifat demokratis

11.       Sarana untuk mewujudkan tujuan negara

12.       Transparansi dan kontrol sosial.

Sedangkan menurut Prof. DR. Sudargo Gautama, SH. mengemukakan 3 ciri-ciri atau unsur-

unsur dari negara hukum, yakni:

a.         Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan

Maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi

oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap

penguasa.

b.         Azas Legalitas

Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu

yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.

c.         Pemisahan Kekuasaan

Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu

badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan mengadili harus

terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.

Namun apabila dikaji secara mendalam bahwa pendapat yang menyatakan orientasi

konsepsi Negara Hukum Indonesia hanya pada tradisi hukum Eropa Continental ternyata tidak

sepenuhnya benar, sebab apabila disimak Pembukaan UUD 1945 alinea I (satu) yang

menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,

maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan” menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi

masalah kemerdekaan melawan penjajahan. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia

bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam menentang

dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.

Alinea ini mengungkapkan suatu dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan

agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak atas kemerdekaan sebagai hak asasinya.

Di samping itu dalam Batang Tubuh UUD 1945 naskah asli, terdapat pasal-pasal yang memuat

tentang hak asasi manusia antara lain: Pasal 27, 28, 29, 30, dan 31. Begitu pula dalam UUD 1945

setelah perubahan pasal-pasal yang memuat tentang hak asasi manusia di samping Pasal 27, 28,

29, 30 dan 31 juga dimuat secara khusus tentang hak asasi manusia dalam Bab XA tentang Hak

Asasi Manusia yang terdiri dari Pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I dan Pasal

28J. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konsep negara hukum Indonesia juga masuk di

dalamnya konsepsi negara hukum Anglo Saxon yang terkenal dengan rule of law.

Dari penjelasan dua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep negara hukum

Indonesia tidak dapat begitu saja dikatakan mengadopsi konsep rechtsstaat maupun konsep the

rule of law, karena latar belakang yang menopang kedua konsep tersebut berbeda dengan latar

belakang negara Republik Indonesia, walaupun kita sadar bahwa kehadiran istilah negara hukum

berkat pengaruh konsep rechtsstaat maupun pengaruh konsep the rule of law.

Selain istilah rechtstaat, sejak tahun 1966 dikenal pula istilah The rule of law yang

diartikan sama dengan negara hukum.

Dari berbagai macam pendapat, nampak bahwa di Indonesia baik the rule of law  maupun

rechtsstaat diterjemahkan dengan negara hukum. Hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang

wajar, sebab sejak tahun 1945 The rule of law merupakan suatu topik diskusi internasional,

sejalan dengan gerakan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, sulitlah

untuk saat ini, dalam perkembangan konsep the rule of law dan dalam perkembangan konsep

rechtsstaat untuk mencoba menarik perbedaan yang hakiki antara kedua konsep tersebut, lebih-

lebih lagi dengan mengingat bahwa dalam rangka perlindungan terhadap hak-hak dasar yang

selalu dikaitkan dengan konsep the rule of law, Inggris bersama rekan-rekannya dari Eropa

daratan ikut bersama-sama menandatangani dan melaksanakan The European Convention of

Human Rights.

Dengan demikian, lebih tepat apabila dikatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia

yang terdapat dalam UUD 1945 merupakan campuran antara konsep negara hukum tradisi Eropa

Continental yang terkenal dengan rechtsstaat dengan tradisi hukum Anglo Saxon yang terkenal

dengan the rule of law. Hal ini sesuai dengan fungsi negara dalam menciptakan hukum yakni

mentransformasikan nilai-nilai dan kesadaran hukum yang hidup di tengah-tengah

masyarakatnya. Mekanisme ini merupakan penciptaan hukum yang demokratis dan tentu saja

tidak mungkin bagi negara untuk menciptakan hukum yang bertentangan dengan kesadaran

hukum rakyatnya. Oleh karena itu kesadaran hukum rakyat itulah yang diangkat, yang

direfleksikan dan ditransformasikan ke dalam bentuk kaidah-kaidah hukum nasional yang baru.

Apabila dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 naskah asli, tidak secara

eksplisit terdapat pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum, lain halnya dalam

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS). Dalam KRIS dinyatakan secara tegas dalam

kalimat terakhir dari bagian Mukadimah dan juga dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa Indonesia adalah

negara hukum.

D. Implementasi Negara Hukum di Indonesia

Berbicara tentang  negara hukum yang disebut supremasi hukum  tentu  saja tidak akan

lepas dari  konsepsi dasar yang dipakai  sebagai landasan  untuk menciptakan sebuah negara

nasional yang pada tataran kenegaraan dan  hukum tertinggi disebut konstitusi. Ini merupakan

dasar yang bersifat  universal yang berlaku pada tiap-tiap negara.

Dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan mengenai supremasi hukum

terwujud didalam sebuah  masyarakat  nasional  yang disebut negara hukum konstitusional,

yaitu  suatu  negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara: pemerintah dan  segenap

alat perlengkapan  negara di pusat dan didaerah  terhadap rakyatnya  harus berdasarkan  atas

hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya di dalam  badan  perwakilan

rakyat. Sesuai  prinsip  kedaulatan rakyat  yang  ada, di dalam  negara demokrasi  hukum dibuat

untuk  melindungi  hak-hak  azasi  manusia  warga negara,  melindungi mereka dari tindakan

diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan  kepastian hukum  serta

keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor  hukum/konstitusional.

UUD NRI 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai

untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau dilihat

dengan seksama  UUD NRI 1945 mejelaskan bahwa :

“Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas

kekuasaan belaka”

Ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Founding father yang membangun

negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum  itu akan

diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan  negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk

menegakkan hukum sebagai salah satu piranti  yang bisa dipergunakan secara tepat di dalam

mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung

pengertian dasar bahwa di dalam negara yang dibangun  oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya

diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mewujudkan  negara hukum, yaitu satu factor

hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum  tidak  bisa ditegakkan inkonkreto

dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan

dimanesfestasikan  di dalam UUD NRI 1945. Dengan demikian dua factor hukum dan

kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain, bagaikan lokomotif dan  relnya serta gerbong

yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan  bahkan  lumpuh tanpa adanya

dukungan kekuasaan.  sebaliknya kekuasaan sama  sekali tidak boleh  meninggalkan hukum,

oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan  tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah

satu negara yang otoriter. Fungsi kekuasaan  pada  hakekatnya adalah memberikan dinamika

terhadap kehidupan hukum dan  kenegaraan  sesuai norma-norma dasar atau  grundnorm yang

dituangkan dalam UUD NRI 1945 dan kemudian dielaborasi  lebih  lanjut  secara  betul  dalam

hirarki perundang-undangan yang jelas.

BAB IV. Teori Pemisahan Kekuasaan Negara

A.Teori Pemisahan Kekuasaan Negara

John Locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan

negara dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government”(1660). Ia membagi kekuasaan

negara menjadi tiga bidang sebagai berikut:

1.    Legislatif: kekuasaan untuk membuat undang-undang;

2.    Eksekutif: kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;

3.    Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala

tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

Diilhami pemikiran John Locke, setengah abad kemudian Montesquieu - seorang

pengarang, filsuf asal Prancis menulis buku “L’Esprit des Lois”(Jenewa, 1748). Di dalamnya ia

menulis tentang sistem pemisahan kekuasaan yang berlaku di Inggris:

1.    Legislatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat

(parlemen);

2.    Eksekutif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintah;

3.    Yudikatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah

Agung dan pengadilan di bawahnya).

Isi ajaran Montesquieu berpangkal pada pemisahan kekuasaan negara(separation of

powers) yang terkenal dengan istilah “Trias Politica”.Keharusan pemisahan kekuasaan negara

menjadi tiga jenis itu adalah untuk membendung kesewenang-wenangan raja.

Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif) harus dipegang oleh badan yang berhak khusus

untuk itu. Dalam negara demokratis, kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang itu

sepantasnya dipegang oleh badan perwakilan rakyat. Sedangkan kekuasaan melaksanakan

undang-undang harus dipegang oleh badan lain, yaitu badan eksekutif. Dan kekuasaan yudikatif

(kekuasaan yustisi, kehakiman) adalah kekuasaan yang berkewajiban memertahankan undang-

undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa

memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang

telah diadakan oleh badan legislatif dan dilaksanakan oleh badan eksekutif.

Walaupun para hakim pada umumnya diangkat oleh kepala negara (eksekutif), mereka

berkedudukan istimewa, tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya dan bahkan

berhak menghukum kepala negara jika melakukan pelanggaran hukum. Inilah perbedaan

mendasar pandangan Montesquieu dan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke

dalam kekuasasan eksekutif. Montesquieu memandang badan peradilan sebagai kekuasaan

independen. Kekuasaan federatif menurut pembagian John Locke justru dimasukkan

Montesquieu sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif.

B.Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan

Pemisahan kekuasaan dalam arti material adalah pemisahan kekuasaan yang

dipertahankan dengan jelas dalam tugas-tugas kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif dan

yudikatif. Sedangkan pemisahan dalam arti formal adalah pembagian kekuasaan yang tidak

dipertahankan secara tegas. Prof.Dr. Ismail Suny, SH, MCL dalam bukunya “Pergeseran

Kekuasaan Eksekutif” berkesimpulan bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material

sepantasnya disebut separation of powers (pemisahan kekuasaan), sedangkan pemisahan

kekuasaan dalam arti formal sebaiknya disebut division of powers (pembagian kekuasaan). Suny

juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material hanya terdapat di Amerika

Serikat, sedangkan di Inggris dan negara-negara Eropa Barat umumnya berlaku pemisahan

kekuasaan dalam arti formal. Meskipun demikian, alat-alat perlengkapan negara tetap dapat

dibedakan. Apabila dalam sistem Republik rakyat di negara-negara Eropa Timur dan Tengah

sama sekali menolak prinsip pemisahan kekuasaan, maka UUD 1945 membagi perihal

kekuasaan negara itu dalam alat-alat perlengkapan negara yang memegang ketiga kekuasaan itu

tanpa menekankan pemisahannya.

BAB V. NEGARA DEMOKRASI PANCASILA

A. Pengertian Demokrasi Pancasila

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan

kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan

rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.

Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator

perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih

dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran

serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari

demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain

dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai

naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara,

yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

belaka (Machstaat).

2. Sistem Konstitusionil

Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat

Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem

konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang

Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi

Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.

Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut

nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia

Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida

manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia

adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya

merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang

menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari “ oleh untuk rakyat.

Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,

sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.

Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna

diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu

mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif

forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik

atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang

memilihnya.

Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

 Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-

royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur

berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,

berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

 Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat

sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

 Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus

diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

 Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-

cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada

dominasi mayoritas atau minoritas.

B. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila

Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain

sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan

pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap

orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:

1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau

milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.

2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku

pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh

rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim

terhadap tuannyaa, yakni rakyat.

Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:

a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan

kekuasaan belaka (machtstaat),

b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat

absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),

c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.

2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,

3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,

4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang

merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh

Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,

5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan

aspirasi rakyat,

6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;

7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat

2 UUD 1945),

8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,

9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME,

diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,

10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

C. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

Ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:

1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.

2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.

3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.

5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.

6. Menghargai hak asasi manusia.

7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui

wakil-wakil rakyat.

8. Tidak menganut sistem monopartai.

9. Pemilu dilaksanakan secara luber.

10. Mengandung sistem mengambang.

11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.

12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

D.    Fungsi Demokrasi Pancasila

Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara

Contohnya:

a. Ikut menyukseskan Pemilu;

b. Ikut menyukseskan Pembangunan;

c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.

2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,

3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,

4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,

5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,

6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,

Contohnya:

a. Presiden adalah Mandataris MPR,

b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

 Tidak semua Negara meiliki system pemerintahan yang sama, tetapi yang uniik adalah

system pemerintahan di dunia hanya ada tiga sehingga kita dapat membedakan Negara

tersebut menganut system pemerintahan yang mana.

 Untuk Negara hukum yang ada di dunia adalah Negara yang berdiri dia atas hukum yang

menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi

tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu

perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang baik.

Penjelasan UUD 1945 mengatakan, antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas hukum,

tidak berdasar atas kekuasaan belaka.

 Di Indonesia menganut teori pemisahan Negara.

 Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut

nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia

Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida

manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia

adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya

merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang

menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari “ oleh untuk rakyat.

Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,

sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.

Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna

diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu

mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif

forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik

atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang

memilihnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah percobaan, menurut KUHP Korea, Thailand, Rusia, China, Indonesia

MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA “PERCOBAAN DALAM PIDANA” Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Yang Telah Diberikan Oleh Dosen Pemb...