PERDA DAN PERKADA
A. Prosedur Umum Pembentukan
Untuk menghailkan sebuah produk “peraturan daerah” yang baik dan sesuai
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan berdasarkan prosedur
penyusunan daerah agar lebih terarah dan terkoordinasi. Dalam pembuatan peraturan
daerah perlu adanya persiapan-persiapan yang matang dan mendalam, antara lain:
1. Dimilikinya pengetahuan mengenai materi mjuatan yang akan diatur dalam
peraturan daerah;
2. Adanya pengetahuna tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut
kedalam perarturan daerah secara singkat tapi jelas, dengan pilihan bahasa yang
baik dan mudah dipahami, disusun secar sistematis berdasarkan kaidah-kaidah
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Prosedur penyusunan peraturan daerah adalah merupakan rangkaian kegiatan
penyusunan produk hukum daerah sejakdari perencanaan sampai dengan penetapannya.
Proses pembentukan peraturan daerah terdiri dari tiga tahapan:
1. Proses penyiapan rancangan peraturan daerah, yang merupakan proses
penyusunan dan rancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan pemerintah
daerah (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk menyusun
naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik, dan naskah rancangan
peraturan daerah.
2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
3. Proses pengesahan oleh kepala daerah dan pengundangan oleh biro/bagian
hukum.
Ketiga proses pembentukan Perda tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Proses Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD. Berdasarkan amandemen
I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD
1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-
Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan
membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda.
Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan
Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau
unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk
Tim Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian
Hukum.
2) Proses Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah. Dalam
proses penyiapan Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah bisa dilihat
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23
Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang
telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun
2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang
ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006.
3) Proses Mendapatkan Persetujuan DPRD. Pembahasan Raperda di DPRD
baik atas inisiatif Pemerintah Daerah maupun atas inisiatif DPRD,
dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur/Bupati/ Walikota, Pemda
membentuk Tim Asistensi dengan Sekretaris Daerah berada di
Biro/Bagian Hukum. Tetapi biasanya pembahasan dilakukan melalui
beberapa tingkatan pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan ini
dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat panitia khusus dan diputuskan dalam rapat paripurna. Secara lebih
detail mengenai pembahasan di DPRD baik atas inisiatif DPRD ditentukan
oleh Peraturan Tata Tertib DPRD masingmasing. Khusus untuk Raperda
atas inisiatif DPRD, Kepala Daerah akan menunjuk Sekretaris Daerah atau
pejabat unit kerja untuk mengkoordinasikan rancangan tersebut.
4) Proses Pengesahan dan Pengundangan Apabila pembicaraan suatu
Raperda dalam rapat akhir di DPRD telah selesai dan disetujui oleh
DPRD, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini Biro/ Bagian Hukum
untuk mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda tersebut dilakukan oleh
Biro/Bagian Hukum. Kepala Biro/Bagian Hukum akan melakukan
autentifikasi. Kepala Daerah mengesahkan dengan menandatangani Perda
tersebut untuk diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Sedangkan
Biro/Bagian Hukum bertanggung jawab dalam penggandaan, distribusi
dan dokumentasi Perda tersebut. Apabila masih ada kesalahan teknik
penyusunan Perda, Sekretaris DPRD dengan persetujuan Pimpinan DPRD
dan Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan Raperda
yang telah disetujui oleh DPRD sebelum disampaikan kepada Kepala
Daerah. Jika masih juga terdapat kesalahan teknik penyusunan setelah
diserahkan kepada Kepala Daerah, Kepala Daerah dapat menyempurnakan
teknik penyusunan tersebut dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Setelah
Perda diundangkan dan masih terdapat kesalahan teknik penyusunan,
Sekretaris Daerah dengan persetujuan Pimpinan DPRD dapat meralat
kesalahan tersebut tanpa merubah substansi Perda melalui Lembaran
Daerah.
B. Peraturan daerah
1. Pengertian peraturan daerah
Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dengan Peraturan
Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah .
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang
tentang Pemerintah Daerah1 adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di
Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Perda dibentuk dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/ Kabupaten/ kota dan tugas
pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing
daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Pembentukan PERDA yang baik
Asas pemebentukan perda
Pembentukan perda yang baik harusa berdasarkan pada asas pembentukan
peraturan perundang-undangan sebagai berikut
a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat
dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang
undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun
sosiologis.
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang
undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata
atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan
bersifat transparan dan terbuka.
3. Proses penyiapan rancangan peraturan daerah
Sebagaimana halnya DPR, dalam konteks daerah, DPRD memegang
kekuasaan membentuk peraturan daerah dan anggota DPRD berhak mengajukan
usul rancangan peraturan daerah. Dalam pelaksanaan RAPERDA dari lingkungan
diatur lebih lanjut dalam peraturan tata tertib DPRD masing-masing daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah atas inisiatif DPRD akan
dikoordinasikan oleh sekretaris daerah atau pejabat unit kerja yang ditunjuk oleh
kepala daerah untuk bertanggungjawab atas pembahsan lebih lanjut di tingkat
eksekutif. Setelah itu maka akan dibentuk tim asistensi dengan sekretaris yang
berada di biro/bagian hukum.
4. Penulisan rancangan PERDA
Pekerjaan menyusun peraturan daerah seperti halnya, kodifikasi hukum,
dan rancangan peraturan perundang-undangan memiliki spesifikasi tertentu.
Himpunan peraturan perundang undangan disusun berdasarkan derajat peraturan
dan waktu penetapannya. Sedangkan kodifikasi hukum disusun secara sistematis
menurut rumpun masalah dan dikelompokkan secara sistematis dalam Buku, Bab,
Bagian, Paragraf, dan Pasal-Pasal.
5. Proses penyiapan RAPERDA di lingkungan pemerintah daerah
Pada proses penyiapan peraturan daerah yang berasal dari pemerintah
daerah diawali adanya prakarsa dari pimpinan unit kerja untuk mengusulkan suatu
produk hukum daerah (raperda). Rencana penyusunan RAPERDA ini diajukan
oleh pimpinan unit kerja kepada sekretaris daerah untuk dilakukan harmonisasi
materi dan sinkronisasi pengaturan. Yang dimaksud dengan pimpinan unit kerja
yaitu kepala badan, kepala dinas, kepala kantor, kepala bagian/biro di lingkungan
secretariat dapat mengajukan prakarsa kepada sekretaris daerah yang memuat
urgensi, argumentasi, maksud, dan tujuan pengaturan materi yang akan diatur
serta keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain yang akan
dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut. Beberapa hal yang mesti
dilampirkan dalam usulan awal RAPERDA dari pimpinan unit kerja antara lain
memuat isi pokok-pokok pikiran terdiri:
a) Maksud dan tujuan pengaturan dasar hukum menteri yang diatur dan
b) Keterkaitan dengan pengaturan perundang-undangan lain.
Setelah prakarsa tersebut dikaji oleh secretariat daerah mengenai urgensi,
argumentasi, dan pokok-pokok materi serta pertimbangan filosofis, sosiologis,
dan yuridis dari masalah yang akan dituangkan dalam RAPERDA tersebut, maka
sekretaris daerah akan mengambil keputusan.
Sekretaris daerah juga menugaskan kepala biro/bagian hukum untuk
melakukan harmonisasi materi dan sinkronisasi pengaturan. Apabila sekfeatris
daerah menyutujui, pimpinan unit kerja menyiapkan draft awal dan melakukan
pembahasan. Pembahasan ini harus melibatkan biro/bagian hukum, unit kerja
terkait dan masyarakat. Setelah itu unit kerja dapat mendelegasikan kepada
biro/bagian hukum untuk melakukan penyusunan dan pembahasan rancangan
produk hukum daerah (raperda) tersebut. Rencana peraturan daerah yang sudah
melewati tahapan diatas akan disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD
untuk dilakukan pembahasan.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala
Daerah (gubernur ataubupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung
kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
1) Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan
Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur.
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota
tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah
Provinsi.
Rancangan Peraturan Daerah(Raperda) dapat berasal dari DPRD atau
kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota). Raperda yang disiapkan oleh
Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan
oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur
atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat
pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota untuk diasahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu
palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu
30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui
bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Sedang di dalam UU No 12 Tahun 2011 yang terdapat dua
pengertian tentang peraturan daerah, yakni peraturan daerah provinsi dan
peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah provinsi adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedang peraturan daerah
Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah,
peraturan daerah di bentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
ciri khas masing-masing daerah.
Peraturan daerah sebagai salah satu bentuk perturan perundang-undangan
merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan daerah
yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metode dan standar yang tepat
sehingga memenuhi teknis pembentuka peraturan perundang-undangan,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
Perda dibentuk karena ada kewenangan yang dimiliki daerah otonom dan
perintah dari peraturan-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan yang dimaksud
adalah kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Definisi Perda Sesuai dengan ketentuan UU No. 10/2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan
Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan UU No. 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah
baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Pasal 136 ayat (2) UU No. 32/2004
mengamanatkan bahwa Perda dibentuk oleh pemerintah daerah dan DPRD dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan ; serta ayat (3)
Perda yang dimaksud merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-
masing daerah.
C. Proses mendapatkan persetujuan (pembahasan di DPRD)
RAPERDA yang masuk ke secretariat DPRD baik atas usul innisiatif DPRD
maupun atas inisiatif pemerintah daerah, selanjutnya akan dilakukan pembahasan oleh
DPRD bersama Gubernur/Bupati/Walikota. Dala hal ini pemerintah daerah akan
membentuk tim asistensi dengan secretariat berada di biro/bagian hukum. Pada tahapan
pembahasan di DPRD ini dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan
komisi, rapat panitia khusus dan diputuskan dalam rapat paripurna. Secara lebih detail
mengenai pembahasan di DPRD baik atas inisiatif pemerintah daerah maupun atas
inisiatif DPRD akan ditentukan oleh peraturan tata etrtib DPRD masing-masing daerah.
Khusus untuk RAPERDA atas inisiatif DPRD, kepala daerah akan menunjuk sekretaris
daerah atau pejabat unit kerja untuk mengkoordinasikan rancangan tersebut.
D. Proses pengesahan dan pengundangan
Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir di DPRD telah selesai dan
disetujui oleh DPRD, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah
melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini Biro/ Bagian Hukum untuk mendapatkan
pengesahan. Penomoran Perda tersebut dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum. Kepala
Biro/Bagian Hukum akan melakukan autentifikasi. Kepala Daerah mengesahkan dengan
menandatangani Perda tersebut untuk diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Sedangkan
Biro/Bagian Hukum bertanggung jawab dalam penggandaan, distribusi dan dokumentasi
Perda tersebut. Apabila masih ada kesalahan teknik penyusunan Perda, Sekretaris DPRD
dengan persetujuan Pimpinan DPRD dan Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik
penyusunan Raperda yang telah disetujui oleh DPRD sebelum disampaikan kepada
Kepala Daerah. Jika masih juga terdapat kesalahan teknik penyusunan setelah diserahkan
kepada Kepala Daerah, Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan
tersebut dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Setelah Perda diundangkan dan masih
terdapat kesalahan teknik penyusunan, Sekretaris Daerah dengan persetujuan Pimpinan
DPRD dapat meralat kesalahan tersebut tanpa merubah substansi Perda melalui
Lembaran Daerah. Pemda wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam
lembaran daerah agar semua masyarakat di daerah itu dan pihak yang terkait
mengetahuinya.
1) Lembaran daerah dan berita daerah
a) Agar memiliki kekuatan hukum dan dapat mengikat masyarakat. PERDA
yang telah disahkan oleh kepala daerah harus diundangkan kedalam
lembaran daerah.
b) Untuk menjaga keserasian dan keterkaitan perda ddengan penjelasannya,
penjelasan atas perda tersebut dicatat dalam tambahan lembaran daerah
dan ditetapkan bersamaan dengan pengundangan perda sebagaimana yang
diundangkan di atas. Pejabat yang berwenang mengundangkan perda
tersebut adalah sekretaris daerah.
E. Mekanisme pengawasan perda
Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintaha daerah
sesuai amanat pasal 217 dan 218 undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Bulan desember 2005 ditetapkan peraturan pemerintah nomor 79
tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pembinaan dan pengawasandimaksudkan agar kewenangan daerah
otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.
Di samping Pemda merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara, secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda merupakan bagian
integral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka NKRI.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 secara tegas memberikan kewenangan
kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan Pimpinan LPND melakukan
pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing yang meliputi pemberian
pedoman. Bimbingan, pelatihan, arahan dan pengawasan yang dikoordinasikan kepada
Menteri Dalam Negeri. Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan Kabupaten di daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap peraturan Kabupaten dan Kota
dilaporkan kepada Presiden melalui Mendagri dengan tembusan kepada
Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen terkait.
Pengawasan Kebijakan Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sejalan dengan Pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 34 Tahun 2000. Pengawasan dilakukan secara represif dengan memberikan
kewenangan seluas-luasnya kepada Pemda untuk menetapkan Perda baik yang bersifat
limitatif maupun Perda lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Karena
tidak disertai dengan sanksi dalam kedua Undang-Undang tersebut, peluang ini
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan Perda yang berkaitan dengan
pendapatan dan membebani dunia usaha dengan tidak menyampaikan Perda dimaksud
kepada Pemerintah Pusat.
Berbeda dengan PengawasanKebijakan Daerah yang diatur dalam UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Nomor
32 Tahun 2004 dan PP Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:
a. preventif, terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;
b. represif, terhadap kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah selain yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang
Daerah dan APBD;
c. fungsional, terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah;
d. pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan daerah;
e. pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.
Mengenai jenis jenis pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengawasan Preventif Rancangan Perda Propinsi:
a) Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD
dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan
Gubernur sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari
Dalam Negeri untuk dievaluasi.
b) Menteri Dalam Negeri melakukan Evaluasi Rancangan Perda Propinsi
tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah
Daerahdalam waktu 15 (lima belas) hari setelah menerimaRancangan
Perda Provinsi.
c) Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak
Daerah, Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan,
sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi
dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional.
d) Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil evaluasi kepada Gubernur
untuk melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil
evaluasi.
e) Gubernur melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam
waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.
f) Apabila Gubernur dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan
tetapmenetapkan menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri dapat
membatalkan Perda dengan Peraturan Menteri.
g) Gubernur menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan
bersama dari DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri.
b. Pengawasan Preventif Rancangan Perda Kabupaten/Kota:
a) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah
disetujui bersama DPRD dan Bupati/Walikota sebelum ditetapkan oleh
Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur
untuk dievaluasi.
b) Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah
dalam waktu 15 (lima belas) hari setelah menerima rancangan Perda
Kabupaten/Kota.
c) Gubernur dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; sedangkan
Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi dengan
Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
d) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi kepada Bupati/Walikota untuk
melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.
e) Bupati/Walikota melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD
dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.
f) Apabila Bupati/Walikota dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan
tetap menetapkan menjadi Perda, Gubernur dapat membatalkan Perda
dengan Peraturan Gubernur.
g) Bupati/Walikota menetapkan rancangan Perda setelah mendapat
persetujuan bersama DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada
Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.
c. Pengawasan Represif Perda Propinsi, Kabupaten/Kota:
a) Perda disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh)
hari setelah ditetapkan.
b) Pemerintah melakukan pengkajian/klarifikasi terhadap Perda dalam waktu
60 hari.
c) Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundangundangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan
Presiden.
d) Apabila Gubernur, Bupati/Walikota keberatan terhadap Pembatalan Perda;
Gubernur, Bupati/Walikota dapat mengajukan keberatan kepada
Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 180( seratus delapan puluh) hari
setelah pembatalan.
d. Pengkajian dan Evaluasi Perda: Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi
Daerah dan Tata Ruang Wilayah Daerah dilakukan evaluasi sebagai berikut:
a) Rancangan Perda disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
b) Biro Hukum mendistribusikan rancangan Perda kepada komponen terkait
di lingkungan Departemen Dalam Negeri.
c) komponen terkait melakukan pengkajian dan evaluasi rancangan
rancangan Perda bersama tim yang terdiri dari Biro Hukum, Inspektorat
Jenderal dan komponen terkait.
d) hasil pengkajian dan evaluasi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
e) hasil evaluasi yang telah ditandatangani Menteri Dalam Negeri
disampaikan kepada Gubernur oleh Biro Hukum.
e. Pembatalan Perda yang tidak sesuai dengan hasil evaluasi:
a) Perda yang diterima oleh Biro Hukum disesuaikan dengan hasil evaluasi
Menteri.
b) Apabila Perda yang ditetapkan tidak sesuai dengan hasil evaluasi Menteri
Dalam Negeri, Biro Hukum menyiapkan rancangan Peraturan Menteri
Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda setelah berkoordinasi
dengan komponen terkait (OTDA, BAKD, PUM, BANGDA).
c) Apabila Perda telah sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri
dilakukan klarifikasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari.
d) Apabila hasil klarifikasi Perda bertentangan dengan kepentingan umum
dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi maka Menteri Dalam
Negeri menyiapkan rancangan Peraturan Presiden setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait dan menyampaikan kepada Presiden melalui
Menteri Sekretaris Kabinet.
e) Peraturan Presiden tentang Pembatalan Perdadisampaikan kepada
Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum
Sekretariat Jenderal.
f. Pengawasan Represif Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pasal 158 ayat
(1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menyatakan bahwa Pajak Daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-
Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Daerah. Sedangkan Pasal 238 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah
sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku. Pasal 238 ayat (2) menyatakan bahwa peraturan
pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua)
tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan, yaitu sampai dengan 15 Oktober
2006.
Sepanjang Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru
belum ditetapkan, ketentuan Pasal 5A ayat (2) Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan
bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud.
Juga dalam Pasal 25 A ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud. Ketentuan di atas ditindak lanjuti
dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang
Pajak Daerah yang menyatakan bahwa dalam hal Perda tentang pajak daerah
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri membatalkan Perda
dimaksud. Begitu pula dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang mengatur bahwa dalam hal Perda Retribusi
Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan
membatalkan Perda dimaksud.
F. Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, daerah
membentuk perda. Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala
daerah. Perda memuat materi muatan yaitu:
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
b. Penjabara lebih lanjut ketentuan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi.
Selain menteri muatan perda dapat memuat materi muatan local sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Asas pembentukan dan materi muatan perda
berpedoman pada ketentuan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara
kesatuan republik Indonesia. Pembentukan perda mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, penetapan, dan pengundangan yang berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
pembentukan perda. Pembentukan perda dilakukan secara efektif dan efisien. Perda dapat
memuat ketentuan tentang pembenahan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan perda
seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda paling banyakn Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Perda dapat
memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain sanksi perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan
pada keadaan semula dan sanksi administrative. Sanksi administratif berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabuatan etatp izin;
g. Denda administrative; dan/atau
h. Sanksi adiministratif lain sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan.
Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan perda.
Program perda disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan perda. Program pembentukan perda
ditetapkan dengan keputusan DPRD. Penyusunan dan penetapan program pembentukan
perda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD. Dalam
program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:
a. Akibat putusan mahkamah agung; dan
b. APBD.
Selain daftar kumulatif terbuka, dalam program pembentukan perda
Kabupaten/Kota dapat memuat daftar kumulatif terbuka mengenai:
a. Penataan kecamatan; dan
b. Penataan desa.
Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan
perda di luar program pembentukan perda karena alasan:
a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencan alam;
b. Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu
rancangan perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kkelengkapan DPRD
yang khusus menangani bidang pembentukan perda dan unit yang menangani
bidang hukum pada pemerintah daerah;
d. Akibat pembatalan oleh menteri untuk perda provinsi dan oleh gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat untuk perda Kabupaten/Kota; dan
e. Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah
program pembentukan perda ditetapkan.
Penyusunan rancangan perda dilakukan berdasarkan program pembentukan perda.
Penyusunan rancangan perda dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah. Penyusunan
rancangan perda berpedoman pada ketentuan peratuan perundang-undangan. Pembahasan
rancangan perda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat pembicaraan.
Pembahasan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Rancangan
perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh
pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk dditetapkan menjadi perda.
Penyampaian rancangan perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Gubernur wajib menyampaikan rancangan
perda provinsi kepada menteri paling lama 3 hari terhitung sejak menerima rancangan
perda provinsi dari pimpinan DPRD provinsi untuk mendapatkan nomor register perda.
Bupati/walikota wajib menyampaikan rancangan perda kabupaten/kota kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat paling lama 3 hari terhitung sejak menerima rancangan
perda kabupaten/kota dari pimpinan DPRD kabupaten/kota untuk mendapatkan nomor
register perda. Menteri memberikan nomor register rancangan perda kabupaten/kota
paling lama 7 hari sejak rancangan perda diterima.
Rancangan perda yang telah mendapat nomor register ditetapkan oleh kepala
daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 hari sejak rancangan perda
disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Dalam hal kepala daerah tidak
mentandatangani rancangan perda yang telah mendapat nomor register, rancangan perda
tersebut sah menjadi perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah. Rancangan
perda dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi harus dibubuhkan pada
halaman terakhir perda sebelum pengundangan naskah perda ke dalam lembaran daerah.
Rancangan perda yang belum mendapatkan nomor register belum dapat ditetapkan kepala
daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah. Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat secara berkala menyampaikan laporan perda kabupaten/kota yang telah
mendapatkan nomor register kepada menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberian nomor reegister perda diatur dengan peraturan menteri.
Perda diundangkan dalam lembaran daerah. Pengundangan perda dalam lembaran
daerah dilakukan oleh sekretaris daerah. Perda mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam perda yang
bersangkutan. Rancangan perda provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi
daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi menteri sebelum ditetapkan oleh
Gubernur. Menteri dalam melakukan evaluasi rancangan perda provinsi tentang tata
ruang daerah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang keuangan dan untuk evaluasi rancangan perda provinsi tentang tata ruang daerah
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tata
ruang.
Rancangan perda kaupaten kota yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah , retribusi
daerah, dan tata ruang daerah, dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar